Wayang kulit (Screenshot canal Youtub Bimo K.A.) |
Jiwa butir
padi akan tumbuh atau ketakutan bila digunakan sabit besar untuk memotong
batang-batang padi, merupakan keprcayaan
animistik yang dipeluk secara luas di Asia Tenggara; sebagai hasil padi senantiasa dipotong tiga batang sekali dengan
pisau tipis yang dipegang di telapak tangan (ani-ani).
Seorang animis
juga percaya tentang adanya kekuatan atau magi yang luar biasa pentingnya yang
seseorang mampu menguasai perbuatannya
sendiri, biasanya lewat satu bentuk
asketrisme.
Bila seseorang
berbuat atau nama orang lain atau bagi masyarakat secara menyeluruh, perbuatan itu menjadi
sebuah ritual magis. Pada peradaban prasejarah ritual magis yang animistik pasti merupakan sumber penting dari inspirasi artistik, seperti kata Wagner sebagai berikut: prasyarat yang sangat diperlukan untuk mengunakan mana (kekuatan magis) apabila seseorang akan mendapatkan jaminan-jaminan
yang dipercaya akan memperkokoh kehadiran yang berlanjut dari masyarakat.
Tetapi menguasai mana dan pengaruh
terhadapnya menuntut satu tanda ekspernal ‘ritual magis’ satu hal hadir pada
pembahasan ekspresi-ekspresi dari orang-orang
itu yang berpikir dan berbuat secara magis dan yang dapat dikatakan sebagai
“ekspresi-ekspresi artistik” berakar kokoh dan asli pada ritual magis.
Pada kakawin Arjunawiwaha ada
kalimat
yang menyebutkan tentang pagelaran wayang kulit, sebagai berikut: Hananonton
ringgit manangis asekel muda hidepan huwus wruh tuwin yan walulang inukir molah
angucap batur ning wang tresneng wisaya malaha ta wihikana ri tatwa nyan maya
sahana-hana ning bawa siluman (ada
orang yang menonton wayang
menangis sedih.
Jika
menyaksikan hal tersebut, tentunya secara sadar orang akan menganggap, bahwa
orang yang menangis melihat pergelaran wayang itu tentunya tidak sadar. Padahal sudah tahu yang ditonton itu adalah pembicaraan seorang dalang yang menggerakan wayang kulit yang ditatah.
Memang, kata orang dia sedang terkena daya gaib, sedangkan seharusnya ia tahu bahwa pada
hakikatnya (pertunjukan) itu hanyalah palsu yang ada itu maya belaka.
Menurut
sarjana Belanda, Rassers, wayang kulit
Jawa berkembang dari ritual-ritual Animistik zaman prasejarah yang di dalamnya
nenek-moyang suku dihubungi lewat medium figure-figur wayang. Di Jawa, anak
yang mudah terserang roh dapat dilindungi dari kematian dengan pertunjukan
wayng kulit dengtan lakon anamistik khusus Murwakala.
Editor : Marsam Hidajat
Posting Komentar untuk "Animistik dan Wayang Jawa"