Perbincangan tentang seni pertunjukan di kediaman M. Dwi Cahyono (Foto Ist.) |
DAMARIOTIMES
- Seni pertunjukan & uang sesuatu yang mungkin masih belum banyak yang
menyadari benar, ada korelasi yang sudah sangat tua usianya. Topik diskusi
menarik ini dilakukan dengan M. Dwi Cahyono, sejarawan yang menguasai bidang
kajian arkeologi seni pertunjukan.
Ketika
Damariotimes bertanda ke rumahnya di Jl. Kenanga No. 4 Sengkaling Desa
Mulyoagung Kec. Dau Kab. Malang (Belakang Polsek Dau). Kediaman yang teduh,
banyak menyimpan pernak-pernik benda etnik dari berbagai daerah di Indonesia. Barang-barang
etnik dari berbagai suku tersebut memang menunjukan banyaknya pengembaraannya
diberbagai daerah. Oleh karena itu, perbincangan tentang seni pertunjukan &
uang ini menjadi semakin menarik.
Diskusi
ini tentunya juga terkait dengan kondisi pandemi COVID-19 yang melanda
Indonesia hingga kurang lebih dua tahun. Hal ini tentunya sangat berdampak pada
para seniman seni pertunjukan. Mereka harus berada dirumah dan tidak mampu
berbuat apa-apa. Hal ini menjadi sangat terasa, bahwa seni pertunjukan memang
terkait erat dengan uang.
Praktisi
bidang sejarah dan arkeolog yang lahir di Tulungagung ini akrab dengan para
seniman di berbagai daerah. Perspektif kesejarahan yang terkait dengan topik
ini adalah (1) seni pertunjukan amatir, dan (2) seni pertunjukan professional.
Keterkaitan
seni pertunjukan dan uang adalah pada wilayah jasa seni, yang indikasinya
adalah pemberian apresiasi pada senimannya. Sehingga topik ini jika dilihat
dari data artefak seperti prasasti Bali ada yang disebut Patulah atau Patulah
kriya. Mereka yang secara professional mendapatkan imbalan dari para penanggap,
dapat diberikan uang atau barang (souvenir).
Seniman
yang terkait dengan kegiatan jasa seni pertunjukan ini dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu seniman yang disebut ambarang, yaitu mereka menjajakan seni
pertunjukannya secara berkeliling, atau ngamen. Istilah ini berasal dari bahasa
Jawa Kuna yang disebut menmen. Selain dari pada itu ada kelompok yang kedua,
yaitu seniman yang disebut dengan kata haji, yaitu seniman keraton. Mereka
tidak secara langsung dibayar. Tetapi segala sesuatu dicukupi oleh Raja atau
penyantun seni yang disebut dengan Maecenas (pelindung seni) atau orang yang
menyeponsori kegiatan seniman berkesenian.
Perbincangan
ini sangat menarik, dan menyadarkan bahwa seni pertunjukan memang memiliki
tujuan yang tidak rendah jika hal tersebut dikembangkan untuk mendapatkan
apresiasi dalam bentuk dibayar dengan uang.
Editor : Robby Hidajat
Posting Komentar untuk "Seni Pertunjukan dan Uang"