Sumber :https://www.youtube.com/watch?v=P0JvbpjOad8 |
DAMARIOTIMES
- Tiga kalimat di atas adalah lirik lagu
berjudul “Mendung Tanpa Udan”. Lagu itu ciptaan Kukuh Prasetya Kudamai seoerang
aktor dan pencipta lagu kelahiran Madiun yang saat ini bermukin di Yogyakarta.
Lagu itu diedarkan pada 12 Februari 2021 lewat kanal YouTube milik pribadinya,
beberapa bulan kemudian lagu itu viral sejak dipopulerkan oleh Ndarboy Genk
serta Deny Caknan.
Mendung
Tanpa Udan adalah satu dari sekian lagu yang populer di kanal-kanal seperti
YouTube, Sportfy, dan Tik Tok. Lagu ini sekaligus menambahkan banyaknya
lagu-lagu bertemakan “patah hati” yang dapat kita perdengarkan hari ini.
Lagu-lagu bertemakan ini tampak sederhana, namun mengandung sebuah pandangan
hidup orang Jawa yang sebenarnnya cukup besar.
Sejak era masuknya musik Barat yang
berlangsung masif. Orang-orang Jawa di desa-desa melakukan perlawanan dengan
memproduksi musik-musik genre baru. Orang-orang Jawa tersebut merasa penting
memberi teladan dengan menghadirkan satu varian musik yang mewakili citra dan
adab ketimuran dengan irama lenso. Tempo dan iramanya konstan lewat bunyi
perkusi yang cenderung menonjol. Musik itu cukup nyaman diikuti gerakan tubuh
secara serempak, selayaknya senam poco-poco.
Lagu-lagu yang dihasilkan oleh
orang-orang Jawa di desa menjadi pelipur lara kala kondisi ekonomi rakyat
berbalut kemelaratan. Rakyat kelaparan. Musik genre baru yang kemudian hari
dikenal dengan nama Campursari dan Koplo menawarkan mimpi tentang dunia
gemerlap dengan segala hal serba kecukupuan. Lagu-lagu tersebut adalah lagu
imajinasi tentang kebahagiaan.
Tentu saja berlagu tak mengenyangkan
perut. Berlagu juga tidak akan mengobati sesuatu penyakit atau lara teretntu.
Kondisi tertentu sebenarnnya dapat membuat gairah berjoged dan bermusik hilang.
Lagu-lagu tersebut sesekali didendangkan, namun tak dikenang. Lewat lagu itu
kita dapat membaca jejak perjalanan orang Jawa yang berpedoman pada “sing uwis ya uwis”.
Orang Jawa bekeyakinan apa yang ktia
dengar akan memengaruhi perbuatan kita. Mereka hendak berbicara bahwa musik
dapat merusak hidup, tapi juga sebaliknya. Lewat lagu-lagu Jawa penyanyinya
mencoba menjadikan dirinya seabgai cermin ideal manusia Jawa yang tegar dalam
menghadapi segala tantangan kehidupan.
Lagu-lagu Jawa yang biasa dibawakan
biasanya mengandung pola-pola adaptasi dari gamelan atau musik tradisi
Indonesia. Lirik-lirik lagu tidak jauh dari bentuk syair, pantun dan beberapa
puisi genre lama yang kita temui dalam karya sastra Jawa pada umumnya.
Sebagaimana tradisi musik di negeri ini, fleksibilitas dan adaptatif merupakan
hal yang menjadi ciri khas sehingga lagu-lagu jawa memberikan pelbagai
kemungkinan untuk diubah menjadi tema baru sesuai kebutuhan.
Lagu-lagu Jawa dapat diubah dan
dikreasikan sesuai dengan tema acara atau kearifan kultural setempat. Di
Banyuwangi misalnya lagu-lagu Jawa seperti “Mendung Tanpa Udan” akan
bertranformasi menjadi lagu “Kendang Kempul” dengan irama khas dan barang tentu
memiliki beberapa perbedaan yang mencolok dibanding versi aslinya.
Para hadirin yang mendengarkan
lagu-lagu Jawa biasanya terbawa arus sehingga ikut menyanyi bersama dengan
mengulang bagian refrain: “Nanging saiki
wis dadi kenangan, aku karo kowe wis pisahan, aku kiri kowe kanan, wis beda
dalan”.
Mendung Tanpa Udan kini menjadi salah
satu dendang lagu yang dinyanyikan secara masif bahkan dengan kesan dan
ekspresi penuh suka cita. Berbeda dengan lirik lagu yang bila dicerna dan
dimaknai sebenarnnya jauh dari kesan suka cita.
Orang Jawa lewat lagu-lagu Jawa memberi contoh bahwa
siapa pun dapat mengubah sesuai keinginan hati dan perasaan. Tema lagu-lagu
Jawa bebas, tak melulu berkisah tentang kejawaan.
Lagu-lagu Jawa seperti rasa patah hati orang Jawa yang segera tenggelam setelah
beberapa kali lagu tersebut diperdendangkan berganti dengan tema-tema baru.
Sebagai orang Jawa tidak ada
salahnya bila kita mengingat dan mendengarkan lagu Jawa tanpa beban serta tanpa
rasa ketakutan berlebih. Bebaskan musik dari belenggu-belenggu dugaaan-dugaan
yang menganggap lagu ini akan membuat kita berkubang semakin dalam terhadap
sebuah rasa tertentu “patah hati” misalnya. Saat mendengarkan Mendung Tanpa Udan, jangan lupa
dibarengi dengan lenggak-lenggok tarian atau goyangan. Mari!
Bahasa Jawa merupakan ciri khas daerah kita. Melalui lagu Jawa dengan berbagai tema, bahasa Jawa bisa dikenal lebih luas.
BalasHapus