|
Jajanan Tradisional yang di gelar di Kampung Budaya Polowijen (Foto ist.) |
DAMARIOTIMES
- Di Malang sejak tahun 2015 sejak munculnya kampung warna-warni. Kemudian baru
ada suatu kesadaran PEMDA Kota Malang untuk membangkitkan kampung tematik.
Secara berangsur-angsur sudah mulai tambuh sekitar 21 kampung. Hal ini tampak
sekitar 40 % dari 57 Kelurahan dari 5 Kecamatan.
Berbagai spesifikasi dan
keunikan yang dikembangkan oleh setiap kampung, baik memang ditumbuhkan dari
potensi masyarakat atau masyarakat dipotensikan. Keduanya mungkin sah, karena
itu merupakan strategi para pengelola untuk menjadi asset PEMDA Kota Malang.
Disamping itu juga ini merupakan ajang kiprah dari dinas pariwisata kota Malang
untuk menumbuhkan destinasi wisata kota. Sebenarnya menari, karena kampung
tematik dimungkinkan memang menjadi objek wisata tipis-tipis bagi warga kota,
selain dimungkinkan juga dapat menjadi dayatarik wisatawan dari luar daerah
atau mancanegara.
Oleh karena itu, setiap event
dari kampung tematik di Malang selalu mengusung berbagai keunikan, salah
satunya adalah kuliner yang khas atau tradisional. Gagasannya menari, seperti
yang dilakukan oleh Kampung Sanan. Kampung ini memang sejak zaman dahulu
menjadi pusat bahan baku kuliner tradisional yaitu tempe Malang.
Minggu 14 Nopember 2021
di Kampung Budaya Polowijen Kecamatan Blimbing Kota Malang menyelenggarakan
acara “Polowijen Jaman Biyen”. Pada kegiatan tersebut juga digelar jajanan
tradisional, makanan dan juga minuman. Kegiatan ini tidak berbeda ketika ada bazar-bazar
17 Agustusan. Berbagai produk warga kampung dikeluarkan, pedagang dadakan
bermunculan dengan berbagai menu rumahan yang ditawarkan. Pembelinya adalah
tetangga, atau sebagaian orang yang kebetulan lewat.
Acara di Kampung Budaya
Polowijen atau di Kampung sanan tampaknya juga tidak semeriah bazar-bazar 17
Agustusan. Hal ini memang kembali pada penyangga komunitas kampung tematik.
Karena itu pembelinya juga hanya beberapa orang yang belum menjangkau
masyarakat Malang secara umum. Hal ini menjadi catatan penting bagi kampung
tematik yang lain.
|
Ibu-ibu kampung Sanan Tempe menggelar kuliner tradisional (foto Ist.) |
Memang secara umum
kampung tematik di Malang tidak selalu menonjolkan ‘kuliner tradisional’ namun
bagi warga kampung tampaknya yang mudah untuk digerakkan adalah keterampilan
kerumah tanggaan itu. Sementara dibeberapa kampung, termasuk Kampung Budaya
Polowijen yang juga mempunyai mimpi besar sebagai ‘pasar topeng’, ‘pasar batik’
atau produk industri kreatif warganya.
Bahkan juga keterlibatan perguruan tinggi di Malang dalam mengembangkan
produk di sentra kampung tematik. Namun
sejauh itu juga belum dapat mendongkrak popularitas industri kreatif warga
kampungnya.
Usaha dari Kampung Budaya
Polowijen dalam mengedepankan kuliner tradisional dengan berbagai acara yang
unik, seperti berbagai ritual dan seremonial tradisional, menggelar seni
pertunjukan tradisional wayang glutek, atau tari tradisional topeng Malang.
|
Pagelaran wayang glutek di Kampung Budaya Polowijen (Foto Ist.) |
Berbagai strategi untuk
meviralkan Kampung Budaya Polowijen seperti yang telah dilakukan kampung
tematik yang lain, seperti kampung cempluk, keunikan dan koneksi
nasional-internasional juga diupayakan. Namun sejauh itu pula, dinas pariwisata
kota masih belum punya kiat khusus untuk memberikan motivasi. Sehingga relatif
bahwa acara kampung tematik ini hanya dapat dijadikan event yang sekedar
adanya kalender kegiatan. Tapi travel dan progresivitas event tersebut
belum dapat diangkat secara nasional. Hal ini tentunya bukan karena aspek pandemic
Covid-19. Jika hal itu penyebabnya, dalam kurun waktu dua tahun ini tentunya
dapat disusun perenanaan untuk progresivitas ke depan. Sehingga tahun keemasan
dari pertumbuhan kampung tematik di Malang dapat menjadi puncaknya. Jika
diperhatikan, pada akhir-akhir ini, kampung tematik rupanya mulai tergesar oleh
para pengusaha kuliner yang memanfaatkan landscape lereng bukit, pinggir
sungai, dan keunikan alam tertentu. Sehingga secara produktif pengusaha kuliner
landscape ini benar-benar menyediakan rekreasi sambil bersantap bersama
keluarga.
|
Pengusaha kuliner landscape bercitra etnik (foto Ist.) |
Pengembangan kampung
tematik setidaknya tidak lagi berpijak pada ‘idealistik’ yang bersandar pada
pelestarian budaya lokal. Namun pertumbuhan kampung tematik di Malang adalah
untuk menyadarkan warganya agar berinvestasi. Bahwa asset yang paling besar itu
adalah (1) potensi diri, setiap warga mempunyai potensi diri, (2) waktu yang
cukup untuk melakukan proses pengembangan diri, dan (3) hubungan sosial antara
warga. Hal tersebut dimungkinkan untuk terus dikembangkan, dalam mencapai
perubahan lingkungan sosial masyarakatnya.
Penulis :
Robby Hidajat
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Catatan Kampung Tematik di Malang dapat Menjadi Magnet Pasar Kuliner Tradisional"