DAMARIOTIMES - Tokoh ludruk di Malang masih banyak, mereka kini tidak lagi dapat mengekspresikan diri di panggung sandiwara ludruk. Karena perkumpulan ludruk di Malang satu persatu berguruan, bangkrut tidak mampu menghidupi anak wayangnya.
Cak Irsan Subero Pemain Ludruk (Foto: Marsam) |
Salah satu tokoh antogonis ludruk asal Desa Banjarsari
Kecamatan Pakis Kabupaten Malang bernama Irsan Subero. Pria kelahiran 1958 dari
pasangan Alipan dengan Rukamah. Orang tuanya mengharapkan dirinya menjadi pekerja
kantoran, namun nasib mengatakan lain, ‘jadi pemain ludruk’. Sambil tertawa
kecil, peria bertubuh tegak ini mengingat-ingat pertama kali mulai belajar jadi
pemain ludruk.
Sambil menatap tajam, matanya yang bulat bersemangat,
pikiranya langsung menyebutkan angkat tahun ‘1979’. Tahun itu mulai belarja
jadi pemain ludruk di desanya, yaitu Banjarsari. Waktu itu mengikuti ludruk
kampung yang mulai merangkak terkenal, yaitu ludruk Krida Budaya. Ketuanya
bernama Cak Buamin. Waktu itu pemain-pemain seniornya Cak Wito, Musman, Said,
dan Kusnadi.
Ternyata menjadi pemain ludruk membutuhkan ketekunan,
karena ludruk itu memeng ada ilmunya. Selama 6 tahun belaja di lingkungan Krida
Budasya, waktu itu pemain ludruk yang memberikan pelajaran jadi seniman adalah
Cak Sutris, suaminya sinden puluper dari Tumpang, Manah asal Glagah Dowo. Cakj
Sutris merupakan tokoh idola, tidak hanya sebagai pemain ludruk, tapi juga
kepribadiannya yang sangat mengesankan, mengispirasi.
Dari pengalaman ludruk kampung, kemudian pindah ke
ludruk Bintang Purnama Tumpang pimpinan Cak Sampan. Di sana mengenal banyak tokoh ludruk yang
berpengalaman, seperti Cak Kayat. Cak Supangkat.Cak
Cokek.Madekur.Denan. Cak Wan,
dan Cak Bero. Mereka merupakan guru-guru
yang mempunyai pelajaran yang beraneka ragam.
Pada waktu itu, menjadi pemain ludruk memang sangat
kompetitif, tidak dapat dengan mudah untuk mengikuti keinginan pribadi untuk
menjadi tokoh tertentu. Selama hampir satu tahun, cak Bero hanya dijadikan
tokoh bolo keprok (antagonis) yang hanya jadi peran figuran. Selama itu
hampir putus asa. Namun berkat bimbingan dari Cak Muji, mendapatkan peluang
jadi jadi rol (peran utama), yaitu tokoh Marjoko dalam lakon Topeng Kembar.
Usaha untuk jadi pemain ludruk yang disegani dan
diperhitungkan di atas panggung, berbagai usaha dilakukan, termasuk tirakat dan
puasa ngebleng (tidak makan dan minum) sehari penuh. Karena ludruk
memang tidak ada sekolahannya. Cak Bero mengaku, bahwa untuk menjadi ‘orang;
perkumpulan ludruk itu merupakan sekolahan yang sasngat luar biasa. Banyak
pelajaran, ujiannya adalah tantangan, jawaban untuk dapat naik kelas adalah
ketekunannya sendiri. Semuanya pelajaran di perkumpulan ludruk telah
diselesaikan, sehingga seorang siswa menjadi lulus ketika menemukan jati diri.
Cak Bero jadi ludruk bukan karena cari uang, sungguhpun
jadi ludruk memang menghasilkan, pada tahun 1980 an. HR nya mencapai
Rp.10.000-15.000,- itu untuk ukuran pemain menengah. Bagi pemain yang senior
tentunya lebih besar. Penghasilannya jadi pemain ludruk dapat beli rumah, dan
juga sapi. Sekarang hidup sebagai petani
dan pengukir topeng. Bahkan bersyukur di percaya oleh masyarakat menjadi Penasehat
Perguruan pencak silat Kera Sakti SE Malang Raya.karena Cak Bero sejak masih
remaja gemar berguru ilmu kanoragan dan Beladiri.
Editor : Harda Gumelar
Posting Komentar untuk "Cak Irsan Subero Sekolahnya Di Perkumpulan Ludruk"