Situasi dan aturan negara yang membatasi gerak masyarakat
termasuk dalam hal ekonomi menyebabkan mereka memilih bantuan instan yang
ditawarkan dengan cara mudah melalui teknologi gawai.
Pinjaman online atau dikenal dengan akronim pinjol menjadi alternatif solusi bagi
masyarakat yang terdampak ekonomi. Kebutuhan yang tidak dapat dihapus
sepenuhnya dengan kebijakan dan batasan keluar rumah untuk kepentingan bekerja.
Kemudahan pemberian pinjaman tanpa agunan/ jaminan
seperti bank konvensional menyebabkan masyarakat yang minim pengetahuan seputar
pinjaman online akan terperangkap oleh iming-iming kebutuhan dengan
mudah.
Kenyataannya, mereka mendapatkan treatment yang mengejutkan dari pihak pinjol yang telanjur meloloskan transaksi. Sebagai contoh yang
sedang marak, yakni salah satu lembaga pinjol yang merugikan masyarakat
yang membodohi masyarakat dengan transaksinya yang tidak adil.
Pinjaman senilai 1,5 Juta Rupiah hanya diterimakan kepada
konsumen sebesar delapan ratus ribu rupiah dengan alasan biaya dan administrasi
yang jumlahnya hampir separuh pinjaman. Sedangkan konsumen wajib mengembalikan
sebesar 1,6 Juta Rupiah dengan denda lima ribu per hari jika ada keterlambatan
pembayaran.
Pinjaman yang sedianya dianggap sebagai bantuan berubah
menjadi sumber masalah baru. Alih-alih pertolongan, malah menjadi ancaman bagi
masyarakat yang sudah terbelit kebutuhan ditambah beban bunga yang mencekik. Bahkan
terdapat kasus bunuh diri warga Tulungagung dan seorang gadis asal Jember yang
diduga depresi karena ancaman pihak pinjol.
Menurut data kominfo tahun 2018, tercatat sebanyak 3.193 pinjol
yang ada di Indonesia yang menawarkan jasanya melalui media sosial. Dari sekian
lembaga yang dipantau, hingga hari ini hanya tersisa 1.026 yang ada karena
alasan perizinan dan pengetahuan OJK.
Pinjaman dengan penerimaan yang tidak adil disertai bunga
tinggi sebenarnya bukan kasus baru di
Indonesia. Hal ini telah lama menimpa masyakarat kecil Indonesia, tidak
terkecuali daerah kampung dan pasar-pasar tradisional. Dan kini semakin marak
dengan adanya teknologi yang memudahkan komunikasi tanpa bertatap muka.
Diperlukan berbagai upaya untuk menganggulangi keresahan
masyarakat termasuk kerja sama bidang perbankan, pemerintah selaku penerbit
undang-undang, serta pengetahuan masyarakat yang harus dibangun seputar
kebijakan dan aturan perbankan yang seharusnya. Perlunya pemahaman bahwa bunga
yang menyertai setiap pinjaman adalah kerusakan semata.
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Pinjol, Antara Pertolongan Dan Ancaman"