Pentas Wayang Minimalis Ngalap Berkah Sebagai Doa Agar Kehidupan Para Leluhur Di Alam Langgeng Itu Penuh Kemulyaan

DAMARIOTIMES - Ki Buntas Pradoto, dalang muda dari Desa Sobontoro, Kecamatan Tambakboyo, Kabupaten Tuban selalu berusaha untuk menghayati, dan meneladani para dalang sepuh (tua). Mereka adalah panutan, karena pada waktu yang lampau sudah banyak pengalaman. Salah satu ketauladanan dari para dalang sepuh adalah ngalap berkah.


Ki Buntas ngalap berkah di Makam Pangeran Atas Angin, Brawijaya V, dan Syeh Maulana Ishaq  (Foto: Ist)


Setiap dalang mempunyai cara untuk melakukan ‘laku’ ngalap berkah. Mengingat menjadi dalang itu bukan profesi yang identik dengan jasa hiburan namun juga tuntunan serta ungkapan rasa syukur pada sang pencipta. Bahkan para dalang sepuh, setiap 36 hari sekali selalu gebyak (pentas) di depan rumahnya. Tetangga dekat dapat menyaksikan dengan gembira, mereka juga menganggap gebyak itu sebagai berkah. Intinya kesenian itu bagaikan orang selamatan, mereka yang menyelenggarakan dan yang diundang mendapatkan ‘berkah’.

            Ada upaya ngalap berkah tidak dapat direncana, atau karena keinginan pribadi. Hal ini merupakan salah satu kepekaan rasa. Rasa ini yang menuntun setiap laku. Dalam pemahaman Jawa ada yang disebut dengan titi mangsa (ada waktunya sendiri), kepekaan rasa menangkap kapan ngalap berkah dapat dilaksanakan. Pengalaman ini benar-benar terjadi, Ki Buntas Pradoto menceritakan pada Damariotimes.

            Ki Buntas, pada hari Selasa, 27 Juli 2021. Sekitar jam 11 malam mendapat telepon dari salah satu tokoh masyarakat di Gedong Ombo, Kec. Semanding, Kab. Tuban. Intinya diminta untuk pentas wayang kulit di Makam Pangeran Atas Angin dan Brawijaya V. Karena tradisi di makam tersebut setiap tahun harus menyelenggarakan sedekah bumi. Terkejut ketika Ki Buntas sebelum mendapat telepon dari tokoh masyarakat tersebut, Ki Buntas selesai menelepon salah satu keluarga yang juga sebagai dalang berdomisili di Kartasura dan di Nganjuk bercerita tentang Brawijaya Pamungkas. Maka dalam benak Ki Buntas terbesit sebuah pertanyaan, apa ini faktor kebetulan, apa memang sebuah Dharma seorang dalang untuk Ngalap berkah kepada leluhur, apalagi disaat kondisi negara terkena pagebluk atau wabah penyakit.

Karena masih masa PPKM darurat, koordinator sedekah bumi tidak dapat ijin dari Satgas COVID-19. Mengingat acara tradisional ini sudah menjadi adat, timbul pertanyaan dan kekhawatiran adanya keyakinan tradisional tersebut. Jangan-jangan generasi muda akan mengabaikan leluhur mereka.

Pada hari Rabu, tanggal 28 Juli 2021. Empat orang yang mengkoordinir dan salah satunya perangkat desa setempat mendatangi rumah Ki Buntas. Meminta tolong agar bersedia melakukan gebyak, tidak besar-besaran, tapi hanya sebagai syarat. Sedekah bumi di Makam Pangeran Atas Angin dan Brawijaya V itu dilaksanakan pada hari Kamis legi, 29 juli 2021.

            Pada pelaksanaan, Ki Buntas melakukan ziarah ke makam untuk memohon restu kepada leluhur. Setelah itu, doa bersama dengan beberapa perwakilan masyarakat dan pukul 11.00 memulai pentas. Pementasan sangat-sangat sederhana, tidak ada tayub, pengrawit 6 orang, dan 1 sinden.

Lakon yang digelar di lingkungan makam Pangeran Atas Angin dan Brawijaya V adalah Wahyu Waluyaning Jati. Karena tempatnya di pinggir jalan, maka juga tak heran tiba-tiba ada banyak orang yang menyaksikan. Salah satunya adalah koordinator dari sedekah bumi di lingkungan Syekh Maulana Ishaq, dari Dukuh Dondong.

Ketika pertunjukan selesai, tiba-tiba ada orang yang mendekati Ki Buntas, dan menceritakan. Pertunjukan Ki Buntas yang telah dilaksanakan secara minimalis itu seperti dalam mimpinya, beberapa hari yang lalu. Dalam mimpi itu, ada pagelaran wayang dengan kelir ukuran 1x2 meter, dan wayang di simpingan (ditancapkan pada kanan dan kiri) hanya berjumlah 5 buah. Perlengkapan wayang dipanggul oleh lima orang, dan diarak menuju lingkungan makam Syekh Maulana Ishaq.

            Pada saat itu juga, bahkan Ki Buntas belum turun panggung seketika didaulat untuk pentas di makam Syekh Maulana Ishaq pada hari kamis, tanggal 5 Agustus 2021. Lakon yang digelar adalah lakon Wahyu Sirna Sengkala dengan durasi 2 jam. Lakon ini sangatlah sesuai dengan kondisi sekarang yang membuat masyarakat senang ketika menonton, bahkan koordinator penyelenggara merasa lega dan bersyukur kearifan lokal daerah setempat bisa berjalan secara hikmat serta berkesan.

Ungkapan kegembiraan itu disebabkan, bahwa di pandemi COVID-19, dengan segala kegiatan kesenian diperketat aturan PPKM darurat, mereka masih dapat menghormati leluhur. Suguh pada leluhur atau pundhen (orang yang dipundhi-pundhi/dihormati). Ini salah satu laku orang Jawa, kewajiban dari anak cucu yang setia pada leluhur.

Ki Buntas juga merasa senang dan juga menegaskan, “kita sebagai anak cucu yang masih hidup ini, hanya doa yang dapat dipanjatkan untuk mendoakan agar kehidupan para leluhur di alam langgeng itu penuh kemulyaan” dan leluhur yang sudah berDharma dimasa hidupnya dengan segala kebaikan budi juga akan menuntun kita kepada kebaikan.  Itu semua yang dimaksudkan oleh Ki Buntas sebagai ngalap berkah.



Reporter          : Harda Gumelar
Editor              : Muhammad ‘Afaf Hasyimy

 

Posting Komentar untuk "Pentas Wayang Minimalis Ngalap Berkah Sebagai Doa Agar Kehidupan Para Leluhur Di Alam Langgeng Itu Penuh Kemulyaan"