Nyai Dadak Purwa, memandang jauh ke depan (Foto: Ist) |
DAMARIOTIMES - Nama asli dari
lahir Agus Eko Suryanto dari pasangan Bapak Slamet dan Ibu Tukini nama popular
di bidang seni ritual disapa dengan Nyai Dadak Purwo. Nama ini ada kaitannya
dengan kota kelahirannya, yaitu Banyuwangi, salah satu kata adalah ‘purwo’
yaitu alas (hutan) purwo yang wingit (sacral). Dengan sebutan
tersebut, kemudian lebih dikenal sebagai penari pawestri (laki-laki yang menari
dengan gerakan wanita).
Di Trowulan,
Agus telah dikenal masyarakat sebagai seorang penari, oleh karena itu diminta
untuk menggarap ‘bedaya majapahit’. Kemudian pergi ke sebuah situs yang disebut
umpak sentana rejo. Tepat dibelakang pendapa Agung Trowulan. Setelah sampai
di sana, Agus dan dua temannya, satu laki-laki dan satu perempuan untuk menemui
juru kunci.
Sekitar pukul
16.00 WIB, Semua persyaratan sesaji dan kelengkapan lain sudah disipakan.
Sewaktu mengadakan eksplorasi, tiba-tiba teman perempuan mendadak jatuh dan kesurupan.
Berbicara banyak hal. Bahkan Agus juga mengutarakan tujuan kedatangan di
Trowulan. Roh yang berada di tubuh teman perempuan itu mengatakan, nanti malam jam
12.00 WIB disuruh sowan kembali di tempat itu. Telah mengatakan hal tersebut,
teman perempuan tersebut pingsan.
Agus pada
malam itu benar-benar Kembali bersama tujuh temannya dua di antaranya adalah
teman yang diajak eksplorasi sore harinya, dan melakukan eksplorasi hingga
sampai jam 04.00 WIB. Tapi gerakan yang dilakukan berbeda, seperti ada yang
menunjukan, membimbing, dan mengarahkan adanya titik-titik magis, seperti
udara, api, air, tanah.
Sejak saat
itu, terasa ada pengalaman spiritual, namun Agus tidak pernah tahu, bahkan
sempat merasa bingung dan merasa dirinya aneh. Untuk meyakinkan dan mencari
tahu tentang kondisi dirinya, diupayakan konsultasi pada orang-orang yang
dipandang mengetahui perihal spiritual. Tapi semuanya tidak ada yang memuaskan.
Bahkan kondisinya tetap seperti yang pernah dialami, yaitu menari dengan gaya
gerak seperti wanita.
Berawal dari
pengalaman itu, seringkali merasa punya naluri untuk menari ke berbagai situs,
apakah di candi atau ditempat-tempat bersejarah. Bahkan mendapatkan bimbingan,
harus menggunakan pakaian warna tertentu. Jika naluri itu ditentang, rasanya
ada beban yang belum terselesaikan, dan itu mengakibatkan kegelisahan.
Anehnya,
setiap kali menari di situs tertentu, dia tidak dapat direkam oleh kamera.
Akibatnya, Nyai Dadak Purwa tidak mempunyai dokumentasi ketika waktu menari
disitus yang dipandang sakral.
Proses persiapan dan pada saat menari dan hingga akhir dilakukan tidak merasa capai, bahkan naik ke tempat yang tinggi atau jauh, rasanya cepat dan ringan. Hal ini merupakan pengalaman yang selama ini tidak dapat saya pahami. Namun hal tersebut tetap saya terima apa adanya, bahkan mungkin ini adalah salah satu jalan hidup yang harus dilalui. Oleh karena itu semua ini disikapi sebagai upaya manembah gusti, mengikuti laluri kalbu illahi. @cerita selengkapnya dapat diikuti pada channel forum diskusi indonesia.
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Spiritualitas Nyai Roro Dadak Purwo Mengikuti Naluri Kalbu Illahi"