![]() |
Nyai Dadak Purwo dalam kekuatan perempuan (Foto: Ist) |
DAMARIOTIMES - Ada banyak cara untuk
mencintaimu, bahkan setiap langkah ini selalu ada doa untuk keselamatan dan kebahagiaanmu.
Hanya sabar, ikhlas dan pasrah adalah hal yang bisa dilakukan saat ini. Mata
ini berpura- pura tidak melihat apa yang telah terjadi. Telinga ini
berpura-pura tidak mendengar, tangan ini berpura- pura tidak merasa, bahkan
rasa ini berpura- pura untuk selalu kuat dan terus kuat. Tidak ada perempuan di
dunia ini yang merasa dirinya kuat dan merasanya dirinya selalu baik-baik saja.
Bagaimana kekuatan perempuan sesungguhnya terletak pada kesabaran, keiklasan,
pasrah, doa dan langkah tirakat yang dia ambil. Perempuan yang sudah memiliki
anak memiliki harapan dan tanggung jawab yang luar biasa, bagaimana dia akan
membesarkan anak mereka, ada beberapa cerminan dari beberapa perempuan yang
dapat menjadi teladan salah satunya Dewi Gandari dalam tokoh pewayangan. Dia
adalah seorang putri Subala, Raja Gandhara dan menikahi Drestarastra, pangeran
tertua di kerajaan Kuru.
Semenjak bersuami, Gandari
sengaja menutup matanya sendiri agar tidak menikmati keindahan dunia karena
ingin mengikuti jejak suaminya, betapa tidak berkecambuk. Ketika semua orang
menghujat dan memberikan pandangan bahwa anaknya para Kurawa adalah anak-anak
yang kejam dimata banyak kalangan. Namun Gandari tidak pernah memandang
demikian, Kurawa yang telah dia lahirkan adalah anak- anak yang telah lahir
mengalir dari Rahim dan darahnya, bagaimana dia mengambil sikap bijaksana
seorang ibu, Ketika anak- anaknya terluka Gandari pun juga sakit dan hatinya
terluka, jika anaknya tidak diadilkan Gandari juga merasa tidak diadilkan.
Gandari tidak pernah berhenti
memberikan nasehat kepada putra-putranya agar mengikuti dharma dan mau berdamai
dengan Pandawa. Bahkan dia sering menuntut Sang Pencipta betapa tidak adilnya
hidup ini, kesalahan apa yang telah dia perbuat sehingga putra-putranya
diperlakukan sedemikan rupa. Dalam pertempuran Pandawa dan Kurawa, Gandari
memberikan anugerahnya kepada Duryodana agar putranya kebal terhadap serangan
musuh, bahkan amarah Gandari kepada Kresna Ketika 100 putranya tumbang dalam
medan perang, mengutuk Kresna, bahwa keluarga Kresna yaitu Wangsa Wresni, akan
binasa karena saling membantai sesamanya. Bagaimana tidak ketika seorang ibu
melihat putranya demikian meskipun itu adalah sebuah keburukan pastinya akan
tetap melindungi putranya, nyawa taruhanya pun akan dilakukan.
Contoh ke dua Ratu Shima (674-695
Masehi) dikenal sebagai sosok pemimpin perempuan yang tegas. Ia memerintah
Kerajaan Kalingga untuk menggantikan suaminya, Raja Kartikeyasinga yang wafat
pada 674 Masehi. Berkat ketegasan Ratu Shima selama memimpin, Kerajaan Kalingga
dikenal di seluruh dunia kala itu. Kalingga (disebut juga Keling atau Holing)
adalah kerajaan Hindu yang pernah menjadi salah satu pemerintahan terbesar di
Jawa, berpusat di pesisir pantai utara Jawa, tepatnya di wilayah yang kini
bernama Jepara, Jawa Tengah. Ratu Shima memerintah sejak tahun 674 hingga 695
Masehi. Nama Shima kerap diidentikkan dengan istilah simo yang berarti “singa”.
Namun, julukan ini tidak membuat sang ratu ditakuti, justru dicintai oleh
seluruh rakyatnya. Ratu Shima merupakan anak dari seorang pemuka agama
Hindu-Syiwa. Ia lahir pada 611 M di Sumatera bagian selatan dan baru pindah ke
Jepara setelah menikah dengan pangeran dari Kalingga, Kartikeyasinga, yang
kemudian menjadi raja dari tahun 648 hingga wafat pada 674 M.
Di masa kepemimpinannya, terdapat
cerita legenda tentang ketegasan Ratu Shima. Suatu hari, seorang raja bernama
Ta-Shih ingin menguji ketegasan Ratu Shima. Raja yang dikatakan berasal dari
Timur Tengah ini pergi ke Kerajaan Kalingga. Secara diam-diam, ia meletakkan
sekantung emas dipersimpangan jalan, dekat dengan alun-alun kerajaan. Ia ingin
mengetahui apakah ada rakyat Kalingga yang berani mengambil barang yang bukan
milik mereka. Setelah beberapa bulan, ternyata kantung tersebut masih
tergeletak disana. Akan tetapi, terjadi kesalahpahaman ketika Pangeran Narayana
yang merupakan putra Ratu Shima tidak sengaja menyentuh kantung tersebut dengan
kakinya. Sebagai seorang ibu, Ratu Shima tidak pandang bulu dalam memberikan
hukuman. Ia menjatuhkan hukuman mati kepada Narayana meskipun sebenarnya Ratu
Shima sangat menyayanginya. Seluruh pejabat dan keluarga istana Kerajaan
Kalingga memohon keringanan kepada Ratu Shima agar pangeran Narayana diberikan
ampunan. Namun, Ratu Shima masih tetap dengan pendiriannya untuk menegakkan
keadilan. Akhirnya, hukuman mati dibatalkan dan kaki Narayana dipotong sebagai
hukumannya karena telah menyentuh barang yang bukan miliknya.
Contoh ketiga Dewi Kilisuci, dia
adalah perempuan pewaris tahta Kerajaan Kahuripan, Putri Raja Airlangga. Dewi
Kilisuci memilih menjadi pertapa dan meninggalkan gemerlap dunia. Dia
menjadikan Goa Selomangleng di Kediri sebagai tempat pertapaannya. Dewi
Kilisuci yang mempunyai nama lain Sanggramawijaya Tunggadewi, putri Raja
Airlangga dari perkawinannya dengan Sri (Putri Dharmawangsa Teguh) yang menjadi
pewaris tahta Kahuripan. Namun, Putri Mahkota Airlangga ini lebih menyukai
menyepi, keheningan. Sanggramawijaya Tunggadewi yang seharusnya menaiki
singgasana tidak melakukan itu, karena menderita penyakit kedhi alias tidak
pernah menstruasi. Dengan demikian dia dianggap wanita suci pepunden tanah
Jawi. Akhirnya Sangramawijaya memutuskan mengundurkan diri dan menjadi pertapa
bergelar Dewi Kilisuci. Komitmen dan kebijaksanaan dalam mengambil jalan
hidupnya bukan untuk kebaikan dan kesejahteraan pribadi ataupun Kerajaan
Kahuripan saja namun untuk semua makhluk.
Contoh keempat Sayuwiwit, pada
tanggal 24 Oktober 1772, Resident Schulhoff, memerintahkan penarikan pasukan
kompeni dari Bayu. Setelah itu, Kapten Heinrich memerintahkan agar para pejuang
Blambangan yang berhasil ditangkap untuk dibantai, kepala-kepala dipenggal dan
digantung dipohon-pohon. Sebagian yang masih hidup diangkut ke Teluk Pampang
untuk dihukum mati dengan cara ditenggelamkan di laut. Tubuhnya diikat pada
batu-batu besar.
Diceritakan bagaimana ratusan
orang yang tertangkap dalam pengejaran dibawa ke Benteng Teluk Papang, delapan
orang wadwa agung dipisahkan dari lainnya, dikumpulkan seperti kambing. Dengan
tangan terikat, mereka dimasukkan ke dalam penjara dari bambu dan dijaga ketat.
Puluhan serdadu Kompeni melaksanakan eksekusi dengan pedang mereka yang tajam. Para
tawanan dipenggal kepalanya kemudian tubuh mereka dibelah empat. Eksekusi ini
sangat mengerikan untuk dilihat. Semua tewas tanpa mengeluarkan suara apapun.
Kepala dan bagian-bagian tubuh orang-orang Blambangan yang telah dipotong,
ditancapkan di ujung bambu dan dipertontonkan sebagai peringatan bagi penduduk
lainnya.
Sampai tanggal 7 November 1772
sudah ada 1.000 orang yang tertangkap dan dihukum mati. Schulhoff ‘mengamankan’
264 orang Blambangan yang sudah bersumpah setia kepada kompeni ke Surabaya. Prajurit
pribumi kompeni merebut para wanita dan anak-anak Blambangan sebagai hasil
rampasan perang.
Tahun 1773, pejuang-pejuang Blambangan
di Nusa Barong melakukan perlawanan pada kapal-kapal Belanda di Puger untuk
membantu Sayuwiwit dan Mas Surawijaya. Saat Puger dikepung Sayuwiwit gugur di
lereng Gunung Bayu, Mas Surawijaya dan Sindhu Bromo ke Nusa Barong. Dari cerita
singkat Sayuwiwit ini dapat diambil contoh bagaimana kekuatan dan ketegasan
seorang perempuan dalam medan pertempuran untuk memperjuangkan wilayahnya.
Masih banyak sekali cerita-cerita
yang dapat menjadi inspirasi kita dalam hal kesetiaan seorang perempuan dapat
menggali cerita tentang Dewi Shita, Dewi Sekartaji, dll.
Ada banyak sekali cerminan perempuan yang dapat menjadi teladan pada kisah- kisah yang dapat kita ambil sehingga menjadi inspirasi kita semua. Pada masa sekarang banyak perempuan yang memiliki sudut pandang dan pola pikir terbuka, sehingga dapat menjadi pilihan dalam hidup ini untuk mengambil langkah, ketika mengahadapi sebuah permasalahan. Banyak tokoh- tokoh besar masa kini yang sangat mengispirasi, banyak pula tokoh publik yang tidak layak untuk menjadi tontonan, bahkan konsumsi semua kalangan. Bagaimana kita mengambil langkah untuk menyaring mana yang tepat untuk kita jadikan inspirasi kita. Pada dasarnya dalam narasi singkat ini, bagaimana perempuan dapat menjadi seorang yang kuat adalah perempuan yang dapat mengendalikan dirinya dalam ketegasan, sabar, iklas dan pasrah sehingga dapat melakukan langkah bijaksana dalam menapak hidup ini.
Posting Komentar untuk "Nyai Roro Dadak Purwo: Kekuatan Perempuan"