DAMARIOTIMES - Pandemi COVID-19 yang secara tiba-tiba terus mengancam umat manusia, kesedihan ini tidak hanya ditanggung rakyat kecil; beban ketakutan dan penderitaan sangat dirasakan. Namun ditingkat elit politik, penyelenggara negara, dan Lembaga-lembaga penegak kebudayaan umat manusia juga terpuruk.
Gambar (Robby Hidajat) |
Berbagai
daya upaya, seperti memakan buah simalakama. Ada aspek dilematis, kebijakan
benar-benar tidak berdampak kemaslahatan umat. Semuanya terasa dalam situasi
yang ‘kacau’. Kacau berpikiran, kacau kersikap, kacau bertindak. Diam tidak
berarti, bergerak juga tidak membuahkan hasil. Seakan-akan pengetahuan dan
pengalaman manusia menjadi lumpuh di depan kedigdayaan Allah.
Ketika
sepi, hari mulai malam, udara mulai melambat. Satu-persatu manusia diberbagai
penjuru dunia mulai bersimpuh, menghadap dan mengharap kehadiratMu, Ya Khaliq.
Ada yang meneteskan air mata, menyerah bagaikan prajurit yang bertekuk lutut
mengakui kekalahannya.
Manusia
memang telah berkali-kali telah ditunjukan, bahwa semua makhluk dimuka bumi ini
adalah lemah. Berbagai upaya untuk menguasai alam semesta ini bukan tujuan yang
bijak, namun seringkali ambisi itu tidak pernah jadi pelajaran yang ‘bijak’.
Menyakiti sesamanya itu bukan hanya akan berdampak pada dosa, tapi akan
mengakibatkan semua kehidupan ini akan menjadi rusak.
Hutan
yang ditebang secara berlebihan, air yang dieksploitasi untuk kebutuhan yang
tidak selayaknya, minyak bumi yang dikuras untuk menggerakan roda-roda industri,
dan berbagai upaya pemaksaan dan penekanan sosial akan satu bangsa dapat
dieksploitasi, dikuasai, dan dijadikan menurut kehendak hasrat syahwati.
Para
pemimpin negara, dari yang tertinggi hingga yang terendah setiap malam tak
mampu memejamkan mata, selalu terjaga dan berpikir hari esok. Matahari memang
masih terbit, namun penderitaan bangsa ini belum tahu, bagaimana dapat diatasi
dengan kemampuan membijaki kondisi.
Hujatan silih berganti, menerpa
semua orang yang menjalankan kebijakan upaya mengendalikan kondisi. Empati dan
ketegasan tidak memiliki arti yang jelas, bahkan berdampak pada emosi.
Kesalahan bertindak cepat dicaci, kearifan melaksanakan tugas tanpa pujian.
Hari esok memang harus disambut, sungguhpun kondisi masih tetap tidak ada perubahan yang berarti. Namun setiap malam, semua orang telah datang dan bersujud, memohon pada Tuhan.
Editor : Muhammad Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Merencanakan Budaya Baru"