DAMARIOTIMES - Pemuda asal Desa Sobontoro, Kecamatan Tambakboyo, Tuban ini berpenampilan sopan, ramah, namun punya banyak gagasan untuk menggerakan masyarakat, utamanya di kalangan generasi muda di Tuban. Nama Lengkapnya Buntas Pradoto, putra bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Ki Mudho Sarsito dan Wati. Ayah dan para saudaranya semuanya dalang. Maka tidak mengherankan bahwa trah dalang memang terbukti mengalir dalam tubuhnya.
Ki Buntas Pradoto Dalang Pesisir Sabontoro (Foto: Ist) |
Pemuda
lajang ini mulai tergerak menekuni seni pedalangan setelah lulus dari Prodi
Pendidikan Seni Rupa Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra Universitas
Negeri Malang yang lulus tahun 2013. kemudian mendalami keterampilan mendalang
secara otodidak pada ayahnya. Buntas merasa bersyukur, dilahirkan dalam
lingkungan keluarga seniman Jawa. Sehingga profesi sebagai dalang ini menjadi
kebanggaan tersendiri. Terlebih menurut silsilah keluarga dalang, Ki Buntas
Pradoto memang masih terkait dengan trah dalang dari Kartasura.
Disamping itu juga secara khusus
selama sekitar 2/3 bulan belajar pada Ki Edy Sulistyono, S.Sn, M.Hum di Sanggar
Vidya Sabda Baluwarti Komplek Kasunanan Surakarta. Disamping itu untuk
memantapkan sastra Jawa Pedalangan, berguru pada Ki Sridadi. Salah satu
keluarga yang berdomisili di Kartasura. Kembali ke Tuban belajar secara mandiri
di rumahnya untuk mengolah keterampilan sabetan, catur, dan membuat
naskah pakeliran. Disamping itu belajar olah vokal seperti Sendhon, Ada-Ada
dengan diiringi gendèr oleh Suradi, salah satu pengrawit Sanggar Kusumo Carito
milik Buntas.
Selama mempelajari dunia
pedalangan dijalani dengan keyakinan yang besar untuk mampu mendalang secara
profesional sebagai penerus sejarah keluarga, disisi lain sampai mendapatkan
gelar kekancingan dari Keraton Surakarta Hadiningrat: M.Ng. Buntas Pradoto Prasetyo.
Hal tersebut tentunya menambah kebanggaan dan tanggungjawab tersendiri. Namun,
secara sosial Ki Buntas Pradoto lahir dan asli sebagai putra daerah Tuban. Oleh
karena itu, sepakterjang berkesenian selalu memikirkan daerahnya, utamanya di
pesisir Sobontoro. Di tempat ini dia merasa nyaman, karena mampu berhimpun
dengan teman-temannya dalam kelompok yang bergerak di bidang sosial dan seni
budaya bernama “Pemuda Harapan Kampung”. Saya bersyukur bisa menjadi dalang di
Pesisir Sobontoro, yang notabenya lingkungan pesisir kurang dengan kebiasaan
berbahasa atau belajar seni tradisi yang berhubungan dengan seni pedalangan.
Karena
memiliki dasar seni rupa, menyungging wayang juga piawai. Hal ini yang semakin
membuat hasratnya menekuni seni pedalangan semakin mantap. Banyak wayang-wayang
yang sudah kusam dipulas, terlebih dimasa pandemi COVID-19 ini. Dimana
tanggapan sudah tidak pernah ada, karena masyarakat mengalami kesulitan untuk
mengurus perijinan. Hal ini memang sangat dimaklumkan, karena di Tuban sendiri,
jika ada pagelaran wayang kulit masih banyak didatangi masyarakat, bahkan tidak
hanya orang tua, anak-anak, remaja, dan bahkan wanita juga menjadi penggemar
wayang.
Ki
Buntas Pradoto merasakan, bahwa belajar mendalang memang tidak harus dilakukan
sejak kecil, atau karena keturunan dalang seperti dia. Menjadi dalang itu
adalah keputusan, seperti orang memutuskan untuk menjadi dokter, insinyur, atau
ingin menjadi pengusaha. Semua itu dilandasi rasa senang dan tekun mempelajari.
Demikian pesan yang disampaikan sewaktu mengakhiri perbincangan dengan
Damariotimes.
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Ki Buntas Pradoto Dalang Pesisir Sobontoro Menjadi Dalang Itu Adalah Keputusan Bukan Karena Paksaan"