Connectionism: pikiran generasi tua ke generasi muda (Foto: R.Hidajat) |
Nasib masyarakat atau suku
bangsa dalam menghadapi globalisasi menjadi perhatian utama, setidaknya dua
dasawarsa terakhir ini. Berbagai masyarakat yang kini mengakses pengetahuan
dari media sosial dengan cukup mudah, utamanya melalui aplikasi smartphone.
Pelaksanaan program pemerintah
membangun masyarakat, atau pihak-pihak lain. Semuanya secara aktif
memperkenalkan pengetahuan ‘barat’ kepada kelompok masyarakat. Hal ini
melahirkan kekhawatiran, bisa jadi pengetahuan baru dapat menghapus dan
menggantikan pengetahuan lokal.
Connectionism adalah pendekatan dalam
bidang kecerdasan buatan, psikologi kognitif. Pendekatan ini muncul
sebagai reaksi terhadap model menjelaskan pengetahuan dan proses belajar
pengetahuan lokal ke global. Seperangkat aturan bertindak, dan individu yang dilihat
sebagai pelaku. Mereka melakukan encoding
dan decoding simbol-simbol dan
mengikuti ‘grammar’.
Signifikasi model connectionism, menjadikan proses
kognitif sebagai proses paralel, artinya rangsangan yang diperoleh melalui proses
secara bersamaan. Dengan demikian, tidak ada aturan-aturan yang diikuti individu
dalam mewujudkan tindakannya.
Dalam model connectionism, unsur-unsur pengetahuan
menjadi aktif dalam kombinasi-kombinasi, karena adanya ransangan yang diterima.
Semakin sering ransangan diterima, semakin mantab kombinasinya. Model menjadikan
individu dalam proses belajar dari lingkungannya.
Connectionism menjadikan praktik baru
tidak serta merta menggantikan yang lama, tetapi menghasilkan skema-skema baru.
Perihal ini dapat diperhatikan pada studi kasus pembelajaran dalam kegiatan
apresiasi yang dilakukan dari generasi tua ke generasi muda.
Orang tua atau generasi
tua di desa yang terbiasa dalam kebudayaan tradisional menempatkan adat-adat kebiasannya
pada anak-anaknya, sebagai contoh,
pengetahuan tentang foklur dalam bentuk lukissan tradisional. Foklur itu belum
tentu dapat diterima sama dengan yang dimaksudkan oleh orang tua.
Generasi muda dalam
menangkap signyal pengetahuan, misalnya, mengenal tentang lukisan tentang
foklur lokal, sehingga unit-unit tersembunyi yang aktif dapat diterima tidak
sama. Skema pemikiran terbentuk berbeda. Ketika kedua generasi ini dipertemukan,
variasi yang terjadi, bahwa pengetahuan yang dimiliki orang tua menjadi hilang;
padahal kasus ini sebenarnnya hanya rangsangan-rangsangan yang mengaktifkannya
tidak muncul.
Skema-skema
yang terbentuk dalam benak generasi tua berfungsi dalam memecahkan masalah
bentuk dan tata nilai dari isi lukisan. kenyataanya, skema tidak selalu
terbatas pada penyelesaian masalah tentang isi lukissan, tetapi penyelesaian
masalah lainnya, orang tua ingin hadir menggunakan teknik komunikasi agar tampak
seperti orang pintar.
Connectionism
memberikan model pengetahuan yang memperlihatkan informasi yang diproses secara
paralel. Individu belajar membentuk skema-skema memahami situasi dan mengatasi
masalah, sekalipun informasi tidak lengkap.
Pembentukan skema merupakan
hasil interaksi invididu dengan unsur-unsur lingkungan, dan unsur-unsur yang berasal
dari masyarakatnya. Dalam kerangka ini, pengetahuan adalah operasional sifat
yang aktif atau tergantung pada situasi yang dihadapi. Perbedaannya yang tegas antara pengetahuan
lokal ke global.
Pengetahuan ini menyebutnya
sebagai muatan lokal yang dipakai dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Baik dipakai
oleh orang atau sekelompok, karena pengetahuan operasional dalam mengatasi
masalah yang sedang dihadapi.
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Connectionism memberikan model pengetahuan yang memperlihatkan informasi yang diproses secara paralel. Individu belajar membentuk skema-skema memahami situasi dan mengatasi masalah, sekalipun informasi tidak lengkap.
BalasHapus